Jumat, 28 Januari 2022

Tindak Lanjuti Hasil Identifikasi, Sekda Paser Undang Masyarakat Adat Migi Saing Puak

 


Serah terima dokumen Studi Etnografi dan Peta Wilayah Adat Komunias Masyarakat Adat Migi Saing Puak 

kepada Sekda Paser

Amankaltim.blogspot.com.  Tindak lanjut proses pengakuan dan perlindungan Komunitas Masyarakat Adat Migi Saing Puak di Desa Rangan, Kecamatan Kuaro, Kabupaten Paser, Kaltim telah sampai pada verifikasi komunitas adat oleh Panitia Masyarakat Adat Kabupaten Paser.

Sekretaris Daerah (Sekda) Paser, selaku Ketua Panitia Masyarakat Adat mengundang Komunitas Masyarakat Adat Migi Saing Puak untuk membahas laporan hasil identifikasi di Ruang Rapat DPMD Paser (25/01/2022).

Selain pihak Sekda dan perwakilan Komunitas Masyarakat Adat Migi Saing Puak, pertemuan ini juga dihadiri oleh, Kepada Desa Rangan, Camat Kuaro, Pihak DPMD Paser dan AMAN Kaltim.

Menurut Sekda Paser, Katsul Wijaya “Pertemuan ini tentu merupakan tindak lanjut dari pertemuan – pertemuan sebelumnya dalam rangka mempersiapkan usulan dari masyarakat di Rangan, khususnya Masyarakat adat migi saing puak untuk diproses menjadi masyarakat hukum adat. Harapan kami dalam kesempatan ini tentu dari Dinas PMD sebagai leading sektor untuk proses tahapan ini untuk melakukan komunikasi dan koordinasi semua pihak termasuk teman – teman dari AMAN, sehingga proses ini sesuai dengan ketentuan dan persyaratannya bisa ditindaklanjuti dan diverifikasi baik dokumen maupun lapangan. Dari hasil itu nanti sekiranya memang memenuhi syarat untuk ditetapkan menjadi masyarakat hukum adat tentu akan kita lakukan proses itu.”Kata Sekda.

Sekda Paser, Katsul Wijaya saat menyabut kedatangan Perwakilan Komunitas Adat Migi Saing Puak 

Sekda Paser juga menambahkan permohonan maaf karena beberapa pertemuan sebelumnya tidak bisa hadir ada beberapa kegiatan lain. Sekda juga mengatakan hasil dari indetifikasi pada pertemuan ini akan disampaiakan sebagai pendahuluan ke bupati karena pada akhirnya dalam proses ini adalah Surat Keputusan dari bupati. Sekda juga berharap semoga ini sesuai dengan rencana kerja PMD sehingga tahapan ini akan dilakukan.

“oleh karena itu pada kesempatan ini pak kades, tokoh adat, Kemudian dari LSM baik AMAN, PADI untuk memberikan informasi data dan pendampingan bersama – sama untuk mengawal proses ini.” Tegas Sekda.

Pihak Pemerintahan kecamatan Kuaro yang juga hadir dalam pertemuan ini turut memberi respon positif terhadapa pengajuan Pengakuan dan Perlindungan Komunitas Adat Migi Saing Puak, hal ini disampaikan langsung oleh Camat Kuaro, M.Sidik  “Kami dari pemerintah kecamatan sangat merespon dengan baik adanya kegiatan, keinginan masyarakat untuk meminta pengakuan starus wilayah karena memang di era sekarang kita sangat memerlukan untuk pengakuan wilayah masyarakat adat itu, karena yang pertama kita memang harus menjaga kelestarian dan tetap melindungi, sehingga masyarakat kita bebas beraktifitas di wilayah hukum adatnya.”Katanya.

“Harapan saya kedepan tentu pemerintah serat seluruh komponennya tentu harus tetap mendukung supaya keinginan masyarakat untuk pengakuan wilayah hukum adatnya itu dapat disetujui dan masyarakat bisa dengan leluasa beraktifitas seperti jaman dahulu.” Tambah Camat Kuaro.


Rapat pembahasan hasil identifikasi Masyarakat Adat Migi Saing Puak

Proses mendorong Pengakuan dan Perlindungan Masyarakata Adat Migi Saing Puak ini memang memakan waktu lama, dimulai dengan pengumpulan data sosial dan spasial yang berupa dokumen studi etnografi dan pemetaan wilayah adat pada tahun 2016, kemudian berlanjut pada Sosialisasi Pembentukan Hutan Adat Rangan  dan Pemetaan tata ruang wilayah adat 2019. Proses identifikasi juga telah dilakukan pihak Panitian Masyarakat Adat Paser sebagai tindak lanjut dan juga pertemuan untuk penyerahan dokumen data spasial dan sosial di tahun 2020.

Selasa, 11 Januari 2022

YUSRAN TERPILIH MENJADI KETUA PJ PENGURUS DAERAH AMAN PASER

 

 Yusran, PJ Ketua Badan Pengurus Harian PD. AMAN Paser

Amankaltimblogspot.com, Yusran terpilih menjadi Pejabat Sementara Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) AMAN Paser menggantikan Almarhum Arpani pada rapat pengurus daerah yang berlansung di Komunitas Adat Paser Adang, Desa Long Kali, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser Kalimantan Timur (05/01/2022) dalam acara yang dihadiri Damanas Region Kalimantan, Ketua BPH PW AMAN Kaltim, Damanda AMAN Paser, Perempuan AMAN Paser, BPAN Paser, dan perwakilan komunitas – komunitas adat yang ada di Paser.

Terpilihnya Yusran menjadi PJ Ketua BPH AMAN Paser merupakan usulan dari Komunitas Adat di Paser.Posisi kepemimpinan PD AMAN Paser sempat kosong beberapa saat setelah berpulangnya Ketua BPH AMAN Paser, Almarhum Arpani. 

PJ Ketua PD AMAN Paser akan bertanggung jawab dalam Membentuk team kerja berupa Bidang Administrasi dan keuangan, Bidang OKK, Bidang Ekosob, Bidang Advokasi dan Bidang Infokom. Mendorong pengakuan Masyarakat Adat di Paser, menyesaikan permasalahan rekening lembaga dan membentuk panitia pencarian dana menuju KMAN

Rapat Pengurus Daerah AMAN Paser di Komunitas Adat Paser Adang, Desa Long Ikis

Selain pemilihan ketua PJ untuk PD AMAN Paser, dalam kegiatan juga membahas perbaikan nama komunitas AMAN Paser, persiapan menuju Kongres AMAN di Papua dan beberapa bahasan lain terkait perkembangan AMAN Paser dalam beberapa tahun.

Menurut Dewan Nasional AMAN, Lusia “Jadi hasil pemilihan PJ Ketua BPH AMAN Paser ini bisa untuk bisa melakukan kegiatan sementara sampai pemilihan ketua baru tahun 2023, harapannya memang PJ Ketua dapat mengisi kekosongan sehingga aktifitas PD AMAN Paser tetap berjalan. Kepergian Ketua BPH AMAN Paser sendiri memang mengginggalkan kegiatan terkait usulan pengakuan masyarakat adat, semoga dengan ada ketua yang baru ini akan cepat prosesnya, memang tokoh - tokoh adat juga mendukung sekali tentang pengakuan dan siap membantu ketua BPH yang baru untuk mendorong itu. Yang kedua, dengan dipilihnya ketua yang baru usulan tentang perbaikan nama - nama komunitas adat yang adat di Paser, dari yang memakai nama kampung akan benar - benar memakai nama komunitas yang terdaftar."Papar Lusia

Lusia juga berharap kepada PJ Ketua BPH AMAN Paser yang baru agar mempersiapkan komunitasnya agar bisa bergabung pada Kongres AMAN kedepan, akan banyak komunitas yang hadir di kongres nanti.

Ketua BPH AMAN Kaltim, Margaretha Seting Beran mengatakan “Dalam waktu yg singkat ini ketua PJ BPH yang telah bersedia mengemban tugas diharapkan dapat bersinergi dengan PW uuntuk menegaskan dan mendorong pengakuan masyarakat adat di Paser yang sedang dalam proses verifikasi."Kata Seting

Sabtu, 16 Oktober 2021

Ringankan Beban Komunitas Adat, AMAN Mulai Bagikan Sembago

 

 

Pembagian sembago hasil penggalangan dana oleh AMAN ke Komunitas - Komunitas Adat 
Anggota AMAN yang menjadi korban bencana banjir Paser


Bantuan berupa sembako korban banjir korban banjir Paser mulai disalurkan melalui beberapa Posko AMAN dan Perempuan AMAN Paser (15/10/2021). Bantuan ini diantarkan dari rumah ke rumah secara langsung oleh relawan – relawan dari Komunitas Adat AMAN yang ada di Paser.

Bantuan disalurkan langsung dari posko di Kecamatan Long Kali, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur kepada enam Komunitas AMAN yang menjadi korban banjir, yaitu Komunitas Adat Bente Tualan, Komunitas Adat Mendik, Komunitas Adat Olung Toyuk, Komunitas Adat Lambakan, Komunitas Adat Tompok dan Komunitas Adat Rantau Bimbing.

Yurni Sadariah, Dewan Wilayah AMAN Kalimantan timur dalam kegiatan pembagian sembako korban bencana banjir Paser

Menurut Yurni Sadariah, Dewan Wilayah AMAN Kalimantan timur yang turut dalam kegiatan pembagian sembako kondisi air sudah surut sehingga memudahkan proses pembagian sembako secara langsung ke Komunitas – Komunitas Masyarakat Adat yang menjadi korban banjir.

Hingga berita ini diturunkan tim relawan AMAN masih membagikan sembako dilapangan.

Isna Ayundah, Dewan Nasional PEREMPUAN AMAN Region Kalimantan mengatakan “Banjir yang melanda enam anggota komunitas adat kali ini adalah banjir yang terbesar dibandingakan banjir yang pernah melanda sebelumnya. Ini sangat memprihatikan karena enam komunitas tersebut adalah zona ring dua sebagai daerah penunjang ibu kota negara kedepan, hal ini menjadi kekhawatiran bagi anggota komunitas karena belum datangnya Ibu Kota Negara (IKN) kondisi Kampong sudah seperti ini, enam komunitas adat inipun dikelilingi perusahaan sawit.”Kata Isna.

Rabu, 09 Oktober 2019

Sekda Kubar Sesalkan Tindakan Membabi Buta Aparat Dalam Menangkap Peladang


"Aparat Harus Adil Melihat Pembakaran Ladang Masyarakat Adat Skala Kecil dengan Pembakaran Pemilik Ijin Kebun"

Menugal bersama di ladang milik Sekda  Kutai Barat, Jacob Tulur. Tradisi gotong royong dalam menugal ini merupakan kearifal lokal masyatakat di wilayah ini. Dimana semua warga bergiliran membantu menugal di ladang warga lainnya.
Amankaltim.blogspot.com Sekretaris Daerah Kutai Barat, Jacob Tulur sayangkan tindakan membabi buta aparat menangkap masyarakat adat dalam membakar ladang, hal ini di sampaikan Sekda disela – sela kegiatan menugal ladang miliknya di Kampung Pepas Eheng, Kecamatan Nyuatan, Kutai Barat, Kaltim (05/10/2019)

Menurut Jacob Tulur “Penangkapan peladang ini sendiri tidak perlu terjadi, terutama bagi masyarakat adat yang membakar ladang, karena harus dibedakan dimana membakar hutan dan lahan tidak sama dengan membakar ladang, karena sudah sangat jelas masyarakat adat sudah tahu adat dalam membakar ladang, tapi kalau lahan saya pikir justru kebun – kebun besar yang melakukanya. Jadi pihak aparat harus adil juga dalam melihat. Dimana ketika masyarakat adat yang membuat ladang tidak perlu juga terlalu belebihan apalagi sampai ditahan. Tapi juga perlu memperhatikan pembakaran lahan yang dilakukan oleh kebun – kebun besar (Perkebunan kelapa sawit). Justru pemilik ijin perkebunan yang melakukan pembakaran itu yang mesti ditangkap.”Tegas Jacob

"Aparat penegak hukum terutama di wilayah masyarakat adat, harus paham dengan hukum adat , karena hukum adat juga bagian dari hukum nasional yang diakui oleh negara, jadi harus bisa membedakan proses membakar ladang, dengan proses membakar Lahan, jika proses membakar ladang tentu melalui tahapan - tahapan ritual adat bakar ladang dan pasti semua pihak menjaga api dari beberapa sudut ladang, tetapi kalau bakar lahan atau hutan tentu tidak melalui tahapan ritual adat itu sudah pasti asal bakar dan tidak di jaga."

“Saat ini banyak penduduk yang tidak berani membakar ladang mereka karena ada intruksi larangan membakar nanti kena sanksi, tapi baru sekarang saja ada larangan membakar ini, padahal kalau diperhatikan yang membakar lahan dengan skala besar dan menyebabkan kabut asap bukan masyarakat yang berladang.” Tambahnya.

Jacob juga memaparkan bahwa sebagai Masyarakat Adat Dayak Benuaq tentu punya acara tersendiri dalam berladang dan sudah jelas dimana wilayahnya, sudah dipertimbangkan ketika dibakar tidak merembet kemana – mana dan disamping itu, persiapan sebelum membakar kita sudah membersihakan pinggir-pinggir ladang sehingga ketika saatnya membakar maka sudah siap untuk dibakar. Akan tetapi tetap mengikuti himbauan dari pemerintah untuk melapor ke pihak separti kepada pihak pemdam kebakaran.

“Sebelum membakar juga kita harus memperhatikan arah angin, jadi tidak sembarangan membakar, selain itu perlu diperhatikan jam saat membakar lahan dimana kita memilih waktu sore hari menjelang malam. Jadi masalah berladang ini tidak bisa dipisahkan dari masyarakat adat terutama Masyarakat Adat Tonyoii dan Benuaq yang ada disini. Harus diketahui kita sebagai orang Dayak memang hidup matinya dari berladang”. Jelas Jacob.

Foto Bersama disela - sela bergotong royong menugal di Ladang Sekda Kubar, Jacob Tulur
Terkait regulasi dalam bentuk Perbub atau Perda yang melindungi peladang, menurut Jacob memang hingga sekarang dari sisi pemerintah Kabupaten Kutai Barat belum mengarah kesitu, tapi dengan peristiwa yang terjadi sekarang ini memang harus ada regulasi yang melindungi para peladang dengan dibuat peraturan oleh pemerintah. Oleh karena itu ada harapan kepada masyarakat yang merasa kesulitan dalam membakar ladang untuk segera memberi usulan kepada DPR untuk membuat Perda Pelindungan dalam membakar ladang. Semua terbuka pihak baik pemerintah maupun DPR, semua tergantung dari masyarakatnya. Apabila masyarakatnya kreatif dengan tidak hanya berkoar – koar di media sosial tapi aktif dan kreatif dalam membuat surat dan disampaikan kepada pihak pemerintah, maka pihak pemerintah dan DPR juga akan terbuka. Apabila masyarakat meminta untuk difasilitasi oleh pemerintah , pihak pemerintah bersedia memfasilitasi dengan mengundang semua pihak, Begitu juga DPR. Jadi tidak hanya dalam Bahasa lisan. Jadi bisa langsung membuat surat secara tertulis dengan mewakili masyarakat agar cepat ditindaklanjuti.

Tanggapan senada akan larangan memakar ladang hingga penangkapan terhadap masyarakat adat ini juga disampaikan oleh Ratnaty, Kepala Adat Kampung Sembuan, Kecamatan Nyuatan, Kabupaten Kutai Barat, Kaltim.

Ratnaty menyayangkan dengan larangan membakar ladang ini, menurutnya sejak zaman nenek moyang dahulu masyarakat adat di wilayahnya sudah membakar ladang tapi tidak pernah merusak hutan, tapi mangapa kemudian sekarang masyarakat adat dituduh merusak hutan dengan kegiatan berladan. Hal ini sangat bertentangan. Sebagai masyarakat adat yang menjalankan adat jelas pihaknya tidak setuju kalau tuduh sebagai perusak, ini sama saja dengan penindasan terhadap terhadap masyarakat adat.

“Larangan membakar ladang ini sangat berdampak negatif bagi kami sebagai masyarakat adat, karena berladang ini merupakan salah satu mata pencarian utama kami. Kami hidup dari bertani dan berladang, jadi kami tidak mau merubah kebiasan kami dalam beladang dengan kebiasan lain.”Keluh Ratnaty

“Kalau dilihat dari hukum adat juga dimana kami ini memelihara tradisi leluhur termasuk berladang, ketika berladang ini dilakukan bermacam ritual.  Karena menurut kepercayaan kami sebagai orang Dayak, dengan melakukan rangkaian ritual – ritual itu kemungkinan – kemungkinan yang jahat, bencana dan segala macamnya bisa dihindari karena melibatkan roh –roh para leluhur. Saat membuka ladang ada ritual, saat membakar ladang ada ritualnya juga sampai menanam dan memanen padi juga ada ritualnya. Jadi jelas membakar ladang tersendiri tidak bisa dipisahkan dari ritual adat kami dalam berladang yang bisa menghindarkan kami dari bencana. Kalau membakar ladang dilarang sama saja menghapuskan kearifan lokal kami sebagai masyarakat adat.”Terang Ratnaty.

Sekali lagi Ratnaty menegaskan hal terpenting untuk kekuatan masyarakat adat itu, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat memang harus ada perlindungan hukum tertulis untuk kekuatan masyrakat adat baik itu Undang – Undang Masyarakat Adat ataupun perda didaerah yang mengakui dan melindungi masyarakat adat.

Keresahan masyarakat adat akan larangan membakar ladang ini membuat Kresensia Rikam, Ketua Dharma Wanita Kutai Barat  yang aktif dalam kegiatan perempuan dan mendukung pergerakan sekolah adat di Kubar memberikan pemaham tentang mekanisme berladang yang sering dilakukan komunitas adat di wilayahnya.

"Kami mendukung kalau larangan pemerintah dalam membakar hutan. tapi bukan larangan untuk membakar ladang. karena untuk kami, dalam membakar ladang sendiri melalui berbagai tahap, mulai dari membersihakan pinggiran lahan yang akan dibakar agar tidak merembembet ke hutan. untuk kami sendiri sebelum membakar ladang kami lapor dulu ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pihak pemadam kebakaran bahwa kami akan membakar ladang."

"Kemudian dalam membakar ladang juga kami tidak pernah sampai membuat gundul karena setalah kami bakar, akan ditanami dengan tanaman padi dan sayur - sayuran sehingga tanah itu menjadi tanah produktif. setelah itu lahan itu tidak langsung dibiarkan gundul karena kami tanami dengan tanaman keras seperti  buah - buahan sehingga selalu produktif'."

"Dari sini bisa dipahami bahwa kami Orang Dayak cinta lingkungan kami dan semua sudah diatur dalam aturan adat, Sebelum aparat bertindak pihak lembaga adat akan langsung menberi sanksi atas pelanggarang yang ada. Saya sangat menyayangkan kalau terjadi penangkapan masyarakat adat karena membakar ladang. ini perlu ditinjau kembali karena yang dibakar bukan hutan tapi ladang. perlu diketahui bahwa kami Orang Dayak ini hidup dengan berladang karena tidak ada dari kami yang bikin sawah, kalau ada paling sedikit jumlahnya, jadi sebaiknya ini ditinjau ulang."Tegas Kresensia.

Di sisi lain penolakan terhadap larangan membakar ladang ini juga keluar dari Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Lusia.

“Kami masyarakat adat jelas menolak larangan untuk pembakaran ladang .Kita sebagai masyarakat adat sendiri dilindungi dalam undang – undang  1945 pasal 18 B, dimana adat kita diakui, selain itu Undang – undang 32 tahun 2009 tentang undang – undang pelindungan dari Lingkungan Hidup (LH) yang memperbolehkan membakar dibawah dua hektar untuk menanam bibit dan varietas lokal. Ini sudah merupakan dasar hukum untuk kita masyaraka adat, bahwa kita dilindungi.” Kata Lusia.

Lusia juga menyampaikan yang akan segera dilakukan sekarang ini adalah mendorong inisiatif regulasi untuk perlindungan peladang, mungkin di tahun ini belum terealisasi, tapi untuk tahun selanjutnya akan meminta DPRDuntuk membuat perda melalui audiensi dengan mengundang OPD yang ada serta aparat agar keluhan terhadap larangan membakar ladang ini didengar melalui perwakian yang ada di DPR.

Hingga sekarang kasus – kasus penangkapan terhadap masyarakat adat masih bergulir. Di Kabuapten Paser, Kaltim hingga saat ini proses hukum terhadap masyarakat adat yang membakar ladang masih bergulir dan belum menemui titik terang.

Memang perlu adanya regulasi yang melindungi masyarakat adat yang membakar ladangnya karena membakar ladang merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat adat yang menjadi indentitas komunitas – komunitas adat.